Desa yang sudah menjadi desa wisata ini terdiri dari 76 rumah terletak di daerah Bangli, Bali Timur. Awal dari pintu masuk kita akan disambut oleh Bale Desa tempat pemimpin desa menyambut wisatawan yang datang dan ingin berdialog bersama. Kebetulan aku mengunjungi tempat ini dalam rangka penelitian lapangan dari jurusanku. Jadi kami disambut dan mengadakan dialog sebelum berkeliling ke dalam desa. Ada dua pimpinan desa yaitu; pemimpin adat yang menjalankan fungsinya dalam adat dan pemimpin dinas yang menjalankan fungsi kepemerintahan. Meskipun dua tetapi tetap sejalan dalam menjalankan tugasnya masing-masing dalam desa.
Dalam dialog, bapak kepala banjarnya mengambarkan bagaimana kehidupan dalam desa ini, sejarah perkembangannya, dan masih banyak yang lainnya. Aturan-aturan yang unik juga beliau paparkan, seperti; dilarangnya poligami sebagai bentuk penghargaan kepada kaum wanita, ketika itu dilanggar maka sang suami akan dipindahkan ke rumah khusus yang telah disediakan desa. Semua rumah yang ada di desa ini ialah milik desa bukan per seorangan, jadi penduduk dapat menempatinya selama mereka hidup dengan menaati peraturan yang ada.
Memasuki kawasan rumah penduduk kita diperbolehkan untuk memasukinya satu per satu. Disambut dengan keramahan warganya yang sudah tidak asing lagi dengan para wisatawan. Di beberapa rumah ada yang menyediakan tempat untuk berjualan buah tangan kerajinan desa ini.
Semua bentuk rumahnya sama, begitu pun dalamnya. Di tempat ini masih sangat terasa kekentalan nuansa Balinya meskipun sudah banyak masuk pengaruh modernisasi. Misalnya masih banyaknya terlihat para wanita yang mengenakan baju kebaya dengan bawahan kain. Di ujung dari desa ini terdapat pura yang berdiri persis di tengah-tengah jalan. Tempat ini sangat bersih, terlihat memang benar gotong royong yang tercipta dari semua warga desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar