Bangunan ini menjadi ikon utama kota Semarang, cagar budaya yang amat dijaga keasliannya. Meskipun telah dilakukan pemugaran beberapa kali tetapi itu tidak mengurangi arsitekturnya. Wisatawan lokal dikenakan tiket masuk seharga Rp 10.000 per orang. Jika ingin didampingi oleh pemandu ditambah lagi dengan uang Rp 30.000. Dibuka setiap hari dari jam 07.00 sampai jam 21.00.
Didalamnya kita akan melihat bangunan yang bergaya belanda. Pemandu akan menceritakan secara runtut bagaimana sejarah dari awal pembangunan sampai pada saat sekarang dijadikan museum ini. Informasi ini tidak tertera. Sewaktu aku berkunjung masih terjadi perbaikan di berbagai bagian bangunan. Terdiri dari 4 lantai; lantai dasar, lantai satu, lantai dua dan loteng.
Banyak cerita yang hadir dari bangunan ini apalagi karena banyaknya pintu yang ada, meskipun tidak benar-benar sampai seribu. Bangunan tua yang dulu sewaktu masa kolonial Belanda menjadi stasiun kereta api dan sistem drainase kota. Dialih fungsikan pada masa penjajahan Jepang menjadi penjara, apalagi dibagian ruang bawah tanahnya.
Kedua kalinya aku berkunjung untuk menemani temanku dari luar kota, kami berkesempatan untuk berkeliling di lantai bawah tanah. Dengan menambah biaya Rp. 10.000 untuk menyewa boots. Pemandu masih setia menemani dengan bercerita tentang semua bagian yang ada di sana. Sewaktu itu air hanya menutupi setengah dari sepatu boots yang kami kenakan. Udara di sini sangat lembab, tidak dapat aku bayangkan ketika dulu banyak tawanan yang harus menghabiskan sisa hidupnya berada di ruangan seperti ini setiap hari. Pengap tanpa sinar matahari. Tetapi ruang bawa tanah ini pulalah yang menjadi pendingin bagi keseluruhan bangunan ini.
Kepala dari kereta api (trem) yang menjadi pengingat bahwa dahulu lawang sewu pernah menjadi stasiun. Ini merupakan bagian penutup dari perjalanan berkeliling lawang sewu. Dan sekarang di dalam sudah ditambah dengan berbagai koleksi miniatur kereta api dan koleksi foto-foto pada masa kejayaan bangunan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar