Kamis, 11 Desember 2014

Mountain Leaf

  Arena ini berada di perumahan Graha Estetika, Tembalang tidak jauh dari gerbang masuk utama. Dengan tiket masuk Rp 45.000 kita mendapat fasilitas untuk berenang di kolam renang indoor dan juga bisa nge-gym sepuasnya.

Bangku untuk Bersantai
    Suasana yang nyaman dan teduh karna sinar matahari yang terhalang atap tetapi angin masih dapat leluasa keluar masuk. Sangat nyaman sebagai tempat untuk bersantai.

Kolam Renang Indoor
    Kolam renang di sini ada dua, satu berbentuk persegi panjang dengan kedalaman 1,5 meter dan yang satu lagi berbentuk lingkaran dengan kedalaman 0,5 meter yang dikhususkan hanya untuk berendam. Alat-alat gym-nya pun bisa dikatakan lengkap. Ruangannya tidak terlampau besar. Sangat nyaman. Tempat ini juga menyediakan fasilitas member dengan biaya Rp. 200.000 per bulan, dan tidak dibatasi kunjungannya.

Restoran
    Ada pula restoran yang menyediakan makanan dan minuman, hanya saja ini dibuka pada sore sampai malam hari. Tapi suasana di restoran ini sangat nyaman untuk candle light dinner bersama pasangan dengan suasana yang romantis.

Rabu, 10 Desember 2014

Kota Lama

    Kawasan ini terkenal karna bangunan yang masih dipertahankan berarsitektur jaman kolonial Belanda. 
Gereja Immanuel
    Terdapat satu bangunan gereja yang sampai sekarang masih dijaga keasliannya. Gereja ini sampai sekarang pun masih digunakan sebagai tempat beribadah tiap minggunya. Hebatnya lagi bangunan ini tidak diperuntukkan sebagai objek wisata. Di dalamnya bangku-bangku dan juga arsitekturnya masih sama seperti jaman kolonial. Dengan atap yang berbentuk bulat serta menara yang berada disampingnya. Semua masih dijaga keasliannya.
Rumah-rumah Belanda
    Di belakangnya bangunan rumah-rumah pun masih bernuansa jaman Belanda, hanya saja sudah tidak dirawat dengan baik. Kayu-kayu yang ada sudah banyak yang rapuh. Terlihat elegan tapi itu semua tertutupi oleh kekumuhannya.
    Sewaktu aku di sana sempat berkenalan dengan seorang veteran, beliau sangat fasih berbicara dalam bahasa Jepang, bahasa Belanda, bahasa Jawa, dan juga bahasa Indonesia. Faktor umur yang mungkin sudah memasuki usia 80 tahun beliau sudah tidak fokus lagi ketika berada di dalam percakapan. Beliau hanya mengulang perkataan yang sama terus berulang kali padahal sebelumnya kami sedang berada di satu topik. Tetapi dengan tidak sadar beliau akan kembali kepada pertanyaan awal; "Kalian dari mana?"
    Di depan gereja terdapat pula bangunan yang dilestarikan keasliannya menjadi sebuah tempat usaha. Tak jauh juga ada restoran yang berarsitektur Belanda meskipun makanan yang disajikan merupakan makanan khas dari daerah Jawa Barat.
    Tepat di samping gereja ada taman yang biasa dipakai untuk menikmati sore hari dengan bersantai. Banyak pula pedagang jajanan kaki lima dengan gerobak ataupun sepedanya yang berjualan. Sangat disayangkan ketika melihat kawasan yang tidak terawat ini. Saran untuk Pemda Semarang untuk tetap menjaga dan melestarikan kawasan ini agar bisa dijadikan aset wisata untuk menarik banyak para wisatawan.

Sam Poo Kong

    Kuil yang dijadikan tempat sembayang pemeluk agama Konghucu yang ada di Indonesia. Kuil ini sudah berdiri dari puluhan tahun yang lalu. Nuansa merah akan menjamu para wisatawan dari awal gerbang utama. dikenakan biaya Rp 5.000 untuk dapat masuk dan menikmati suasana bak di negeri Cina.

    Bangunan ini merupakan bangunan suci untuk beribadah, untuk dapat mengelilinginya dikenakan biaya lagi. Didalamnya juga terdapat goa, aku tidak tau pastinya karena aku belum pernah masuk ke dalam.

     Pantulan gambar aku, gerbang serta patung-patung dalam bayang di kaca. Terlihat seperti tak nyata ya. Aku memotretnya dari cermis hitam salah satu toko.


    Tidak terlampau banyak bangunan tetapi sangat begitu luas. Berkeliling ini saja sudah membutuhkan banyak tenaga dan banyak pula menghabiskan waktu. Setelahnya sangat nyaman duduk santai di pinggir dengan teduhnya berada di bawah pohon-pohon rindang dan besar.

    Dengan simbol dua ekor naga dan aksara Cina yang tidak aku mengerti sama sekali. Banyak arti  yang terkandung dan banyak makna yang dapat diterka dari sana.

    Berada di salah satu dari dua bangunan besar yang ada di Sam Poo Kong ini serasa berada di Negeri Cina. Tempat ini sudah menjadi objek wisata yang harus ada dalam agenda ketika sedang berkunjung ke kota Semarang.

Lawu

    Ketinggian mencapai 3265 mdpl berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat dua jalur pendakian, yaitu: Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang. Berangkat dari Tembalang sehabis adzan magrib menuju ke kota Solo, ditengah perjalanan sempat terhenti karena hujan. Setelahnya berhenti juga di salah satu toko di pinggir jalan masuk ke kota Solo. Aku memberi beberapa perlengkapan diri untuk mendaki.
    Ini pengalaman pertama aku berada di kota Solo, kami sempat mampir dulu untuk makan di kios pinggir jalan. Mungkin nanti di lain kesempatan aku akan menjelajahi kota ini. Kami bergerak menuju ke daerah Karanganyar hingga larut malam kami baru sampai di Pos Cemoro Sewu. Kami bersepakat untuk melakukan pendakian di pagi harinya. Langsung kami beristirahat di dalam pos.
    Pagi sekali sudah ramai dengan hiruk pikuk orang-orang. Ternyata hari ini akan diadakan lomba mendaki cepat untuk memperingati ulang tahun Kodam. Peserta lomba dari masyarakat umum, hadiah yang tawarkan berupa uang tunai dalam jumlah yang mengiurkan. Peserta lomba dalam bentuk kelompok yang diisi dengan 5 orang. Mereka mendaki ke atas dengan melewati tiap-tiap pos dengan tidak membawa apapun, persediaan minuman dan makanan disediakan dalam setiap pos. Kelompok yang paling cepat adalah pemenang.

    Tepat pukul 06.00 aku dan temanku mulai mendaki, rimbunan pepohonan menemani dikiri dan kanan jalan. Suasana ramai oleh banyaknya tentara dan juga para pendukung peserta lomba menjadi semakin hangat.

 Lihat carrier yang dibawa oleh temanku, semua perlengkapan masuk kesana. Aku hanya membawa satu tas punggung kecil.

   Tak ada yang dapat menandingi lukisan indah Sang Pelukis semesta, semua warna tercampur dengan simponi yang selaras membawa ketentraman. Belum lagi nyanyian alam dari gesekan batang pohon, kicauan para burung, deru angin, dan juga bunyi langkah kaki. Di alam bunyi sekecil apapun pasti akan terdengar sampai pada suara hati.

    Jalannya terbuat dari bebatuan, meskipun menanjak tetapi jalannya lurus. Untung saja cuaca mendukung untuk mendaki. Meskipun terik tetapi tetap teduh karna sinar terhalangi oleh pohon-pohon besar.


    Ketika kami sampai di pos kedua itu belum sampai tengah hari. Kata temanku ritme jalan yang kami jalani bisa dibilang cepat. Jarak yang terjauh dari keempat pos yang ada di jalur Cemoro Sewu ini adalah dari pos awal ke pos satu dan pos satu ke pos dua. Pos-pos selanjutnya itu memiliki jarak yang pendek tetapi dengan trek yang terjal untuk mendaki.
    Kami bersepakat untuk mendirikan tenda di dalam pos ini, dikarenakan tenda temanku yang tidak dilengkapi dengan pelindung luarnya. Tenda ini akan bocor meskipun hanya dengan embun saja. Jadi keputusan yang tepat untuk mendirikan tenda di dalam pos ini. Kami sempat pula bersenda gurau dengan para tentara yang ada, berbagi cerita dan juga pengalaman.

    Pertama kalinya aku memasak makanan berat di atas gunung, biasanya hanya merebus air untuk memasak mie instan. Sekarang aku berhasil memasak sayur sop serta nasi dengan baik, bisa dikatakan mencapai tingkat sempurna. Awalnya saat memasak nasi sangat ragu dengan tingkat kematangannya. Menanak beras di dalam plastik agar tidak menempel dengan nesting. Berkali-kali menambahkan air agar bisa matang dengan sempurna dan akhirnya memang mendapatkan nasi yang benar-benar matang dan tidak lembek menjadi bubur. Pas.

    Dini hari kami bangun untuk melanjutkan perjalanan, dan sampai di pos 5 kami dihadiahi dengan golden sunrise. Indahnya pesona kilau emas yang ada. Meskipun angin terus menerus menderu aku tetap terpesona dalam hangatnya keindahana alam ini.

     Ya, ini merupakan tugu puncak Lawu yang mengelitik adalah salah satu merk buku tulis yang menjadi sponsor tugu ini. Meskipun dalam kondisi yang berkabut dan tidak mendapatkan pemandangan apa-apa, aku tetap bersyukur bisa ada di atas sini.

    Simbol keabadian, edelweis. Bunga yang terus tumbuh sepanjang masa. Warnanya tidak mengoda bahkan bisa dibilang pucat pasi. Tapi bunga ini tidak pernah layu. Dia akan tetap ada di puncak gunung sebagai penghargaan bagi para pendaki yang bisa mencapainya. Tak perlu dipetik untuk dapat mengabadikannya, potret saja ia sebagai bukti akan keabadian di dunia.

    Tedapat mata air yang saat itu sedang kering, memang musim kemarau sedang melanda. Air yang ada dapat langsung diminum karna bersumber dari dasar gunung.

    Ada gua yang berbentuk ruangan sebagai alternatif para pendaki untuk beristirahat. Sangat hangat berada di dalamnya karna tidak merasakan deru angin yang ada. Meskipun hawa dingin masih saja mengelitik membuat gemeretuk gigi.

    Ini contoh perbuatan ceroboh yang dilakukan pendaki. Ladang edelweis terbakar karna puntung rokok yang masih menyala di buang sembarangan oleh pendaki. Sangat disayangkan. Miris sekali melihatnya, kejadian ini membuat Gunung Lawu sempat ditutup untuk umum.
    Ohya di puncak gunung ini terdapat dua buah warung yang terus ada. Menjual berbagai makanan mulai dari nasi pecel, nasi telus, mie instan dan juga terdapat berbagai minuman hangat. Harganya juga sangat terjangkau. Dan konon katanya mbok-mbok yang berjualan disini sangat jarang turun gunung. Ketika mereka ingin berbelanja, mereka tinggal menyewa kurir untuk mengantarkan barang yang mereka inginkan ke atas. Satu kali perjalanan si kurir itu dibayar Rp 100.000.
    Ditengah perjalanan turun aku sempat berpapasan dengan seorang bapak yang sudah paruh baya membawa empat drum yang satu drumnya berisi sekitar 10 liter minyak dengan menggunakan tongkat di punggungnya. Mereka mendaki gunung sebagai pekerjaan. Aku terenyuh. Apalagi dengan menurutku upah yang didapatkan sangat minim dibanding dengan perjuangannya.
    Banyak nilai positif yang diambil, dengan banyaknya pendaki yang ada akan tetap membuat mereka memiliki pekerjaan. Ini kujadikan satu dorongan untuk selalu bersyukur!

Merbabu

    Merbabu memiliki ketinggian 3142 mdpl, berdiri di empat wilayah; Boyolali, Magelang, Salatiga dan Kabupaten Semarang. Gunung ini merupakan gunung yang paling banyak memiliki jalur untuk pendakian ada empat yaitu: Wekas, Selo, Cunthel, dan Thekelan.
    Jalur Wekas merupakan jalur yang memiliki air terjun dan juga saluran-saluran mata air yang dapat langsung diminum. Jalur ini yang paling sering diminiati oleh pendaki dan juga medan yang dilalui paling cepat untuk menuju ke puncak.
    Aku beserta teman-temanku mendaki Merbabu lewat jalur Selo, meskipun jalur ini merupakan  medan yang paling jauh. Tetapi jalur ini yang paling landai. Kami berangkat dari tembalang sekitar pukul 10.00 WIB menuju ke Salatiga dengan menempuh jarak sekitar 4 jam. Diperjalanan kami sempat kesasar karna dari rombongan tidak ada yang paham tentang lokasi pos jalur selo ini. Belum lagi ditengah perjalanan kami sempat diguyur hujan deras. Alhasil waktu kami banyak tersita untuk menunggu hujan reda. Sesampainya di pos kami beristirahat memulihkan tenaga dulu. Lalu pada pukul 15.00 WIB kami memulai pendakian.

Kelelahan di Tengah Perjalanan
    Ini kami yang sudah kelelahan padahal masih belum terlalu lama berjalan. Melewati jalan menanjak dengan tanah yang tidak terlamapau licin. Ini aku yang mengambil gambar semua teman-temanku, posisiku yang berada di paling depan barisan.

Lembayung Senja yang Mengintip
    Ditengah perjalanan sempat terlihat lembayung senja yang mengintip dari celah-celah pepohonan. Potret ini tidak dapat menampilkan keindahan aslinya. Meskipun hanya sedikit tapi ini sangat menawan. Apalagi ketika matahari dengan malu-malu menenggelamkan cahayanya. Ketika langit semakin gelap kami meneruskan perjalanan meskipun dengan banyak istirahat. Ditengah perjalanan kami sempat menyalakan kompor untuk menyeduh mie sebagai penganjal rasa lapar.
    Sampai di Pos 3 kami bersepakat untuk bermalam. Semuanya sudah kelelahan dan juga cuaca sudah tidak bersahabat. Rintik hujan sudah mulai turun menemani. Dengan terburu-buru kami mendirikan tenda. Setelah tenda siap berdiri tegak hujan langsung menguyur beserta dengan angin yang tak kalah ributnya. Untung saja kami sudah aman berlindung dibalik tenda ini. Kami berusaha untuk tidur dengan berhimpitan saling menghangatkan. Tenda yang berkapisitas empat orang kami isi dengan tujuh orang sekaligus.
Tenda Kami
    Hujan tak juga reda sampai dini hari. Tenda kami bocor tak mampu menahan air hujan. Kami semakin bertambahan dingin. Kondisi ini tidak memungkinkan kami melanjutkan pendakian ke puncak.

Boneka Kesayanganku, Dido.
    Aku membawa serta boneka kesayanganku, aku selipkan dia diantara perlengkapan yang ada di carrier. Dia sangat berguna sebagai tempatku mencari kehangatan dalam peluk.

Ini Rombonganku
    Kami diberi kesempatan untuk menikmati pemandangan dari pos 3. Meskipun masih ditemani dengan angin dan gerimis. Lihat muka kami yang kelelahan dan kedinginan tetapi ada senyum bahagia menikmati indahnya proses mendaki.

 Ini merupakan Gunung Merapi yang memiliki ketinggian tidak jauh berbeda dengan Merbabu.


    Katanya dibalik ini baru kami bisa melihat puncak dari Gunung Merbabu. Kira-kira masih harus berjalan lagi sekitar 4 jam. Ya mau dikata apalagi melihat kondisi yang sudah semakin ekstrem jadi kami mengurungkan niat untuk bisa sampai ke puncak. Tengah hari bolong kami bersiap untuk pulang ke pos awal. Meskipun tidak puas tapi mungkin nanti di lain kesempatan aku akan bisa mencapai puncak.

Ungaran

    Gunung Ungaran merupakan gunung tertinggi di Semarang. Kira-kira tingginya mencapai 2600 mdpl. Ini merupakan pengalaman perdanaku dalam mendaki dengan bermodalkan perlengkapan hikking seadanya serta belum adanya pengalaman. Untungnya sejak SMA aku sudah banyak mendengar pengalaman teman-temanku yang mengikuti ekskul pencinta alam. Jadi ini memudahkan aku dalam membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

Hamparan Bukit-bukit
    Pada awal tahun ini tepat di bulan pertama pada hari yang ketiga aku diajak oleh temanku untuk mendaki. Aku mengiyakan meskipun cuaca masih dalam musim penghujan. Kami berangkat dari tembalang sekitar pukul 17.00 WIB, sudah hampir gelap memang. Sampai di Pos Mawar sekitar jam 18.30 WIB, tak jauh memang tempatnya jika dijangkau dari Tembalang. Gunung Ungaran hanya memiliki satu jalur pendakian yaitu hanya lewat dari pos mawar ini. Di pos kami masih beristirahat dan juga temanku ada yang menjalankan ibadah sholat. Suasana sudah mulai dingin, kabut sudah turun.
    Selang 2 jam kemudian kami melakukan pendakian. Langit malam itu sangat terang beserta dengan kilau bintang serta lampu-lampu kota. Indah sekali. Di tengah perjalanan aku melihat ada kilau kerlap-kerlip di semak, ternyata itu kunang-kunang. Banyak sekali sampai-sampai aku terperangah melihatnya. Ini merupakan pengalamanku melihat langsung kunang-kunang yang aku kira hanya ada di cerita dongeng.
     Jalanan yang becek lumayan menghambat perjalanan kami. Kami semua hanya berjumlah lima orang, empat perempuan dan satu laki-laki. Keempat perempuan ini merupakan pemula. Wajar jika waktu yang dicapai sampai kepemukiman warga sampai 4 jam yang seharusnya hanya 2 jam. Lebih banyak waktu yang kami habiskan dengan beristirahat.
    Tiba di pemukiman kami menginap di salah satu rumah warga. Kami langsung memesan mie instan kuah beserta telur sebagai penganti tenaga yang sudah keluar. Selesai makan kami tidur terlebih dahulu dan akan melanjutkan pendakian lagi pada dini hari agar kami dapat melihat matahari terbit. Dingin yang sangat menusuk tulang, tidur dengan beralaskan papan, badan ditutupi menggunakan sleeping bag tetap saja mengigil.
    Pukul 03.00 kami bangun dan melanjutkan lagi pendakian dengan hanya membawa makanan dan minuman dalam tas dan perlatan yang lain kami tinggal. Medan yang dilalui semakin  sulit dengan menaiki bebatuan yang licin dan juga kondisi yang gelap. Untungnya kami sampai di tempat yang sangat strategis untuk menikmati matahati terbit. Meskipun belum sampai puncak, Kilau jingga yang mengetarkan jiwa. Sudah terlihat jelas bukit-bukit yang berada dibawah kami. Awan-awan pun berarak seperti tumpukan kapuk yang sudah siap untuk jadi tumpuan.
Merapi dan Merbabu
    Dari atas tampak pula gunung-gunung yang lain seperti Merapi dan Merbabu. Diarah yang berbeda terdapat pula gunung Sindoro dan Sumbing. Alangkah menakjubkannya berada di barisan gunung-gunung.

Tugu Ungaran
    Inilah pengabadian potret kami yang berhasil mendaki ke daratan tertinggi yang berada di kota Semarang ini. Kami sudah tidak mempedulikan lagi penampilan. Kotornya pakaian dan kucelnya muka kami sebagai tanda perjuangan kami untuk bisa sampai ke puncak.  Tak berlama-lama kami di puncak, sesudahnya kami kembali lagi ke rumah yang kami tempati tadi malam. 

Keterangan dalam Keramik
    Di pemukiman ini juga terdapat mata air yang biasa dikenal di daerah sini itu sendang. Namanya ialah Sendang Pengilon, ini menjadi tempat yang dikeramatkan. Nampak masih banyak sesajian yang ada di sekitar tempat ini

Sendang
    Sendang ini bisa dipergunakan untuk umum. Biasa digunakan para pendaki untuk mandi ataupun bilas. Warga pun masih aktif menggunakan ini. Mata airnya disalurkan melalui banyak pancuran.

Kebun Teh
    Keindahan kebun teh tak kalah menarik juga dari puncak. Baru aku sadari ternyata sampai ke kebun teh ini bisa dicapai oleh mobil. Sempat miris membayangkan aku yang susah payah kemari dengan berjalan kaki tetapi banyak orang yang bisa hilir mudik ke tempat ini menggunakan kendaraan. Tapi tak apa namanya juga pendaki. Kebun teh ini sangat luas. Memang mayoritas penduduk disini ialah berkebun teh serta banyak tanaman palawija lainnya.
    Kami turun dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan saat naik. Aku terheran-heran melihat medan pendakian yang lumayan terjal ini bisa kudaki kemarin malam saat kondisi gelap. Ketika terang semua terlihat dengan jelas dan nyata. Tak ada penyesalan ataupun rasa jenuh setelah pengalaman pertama ini, yang tersisa hanyalah rasa penasaran dan ingin mencoba mendaki lagi gunung-gunung yang lain.

Borobudur


    Bisa dibilang objek wisata yang sempat masuk kedalam 7 keajaiban dunia ini sudah menjadi ikon dari Indonesia. Candi Borobudur yang merupakan hasil dari kebudayaan Indonesia dengan pengaruh agama Budha. Sekarang untuk memasuki kawasan ini dikenakan biaya Rp 30.000 untuk wisatawan domestik. Tempat ini sudah memiliki penataan yang sangat baik. Masuk kedalam kawasan ini harus mengenenakan selendang yang menandakan bahwa kita berada di kawasan religi.

                                       
    Dari pintu masuk sampai naik ke candinya cukup jauh jika berjalan kaki. Terdapat pula fasilitas kereta wisata yang dikenakan biaya Rp 5.000. Tetapi aku lebih memilih jalan kaki meskipun harus menempuh jarak yang lumayan jauh. Pepohonan yang rimbun menjadikan suasana menjadi nyaman dan teduh. Sampai dihadapan candinya ada beratus-ratus anak tangga untuk menuju puncaknya. 

    Konon katanya kalau kita bisa menaiki anak tangga tanpa berhenti dari atas sampai bawah dengan mengulang-ulang harapan kita maka apa yang kita harapkan itu akan terkabul. Sempat waktu pertama kali kesini aku mencobanya, itu tepat waktu kelas 3 SMP. Aku mencobanya dengan tekad bulat, belum saja sampai setengah anak tangga aku sudah kelelahan dan membatalkan niatku. Dari mitos ini aku dapat mengambil pelajaran bahwa dalam mencapai harapan diperlukan usaha yang maksimal.

    Tumpukan bebatuan yang berada dari ratusan tahun silam menjadikan bukti kehidupan di masa yang sudah lalu. Ukiran-ukiran kisah yang berada di dinding menjadi sebuah kisah melegenda akan cerita lelulur. Para ahli berlomba untuk mengartikan apa maksud dari gambar tersebut.

    Banyak dari patung-patung yang ada sudah tidak memiliki kepala. Beredar kabar bahwa banyak orang yang tidak bertanggung jawab mengambilnya untuk dijual kepada kolektor. Sangat disayangkan, bahwa aset budaya diperjualbelikan hanya untuk kepentingan pribadi. Tetapi ada juga kepala patung yang jatuh dan rusak akibat dari gempa meletusnya Gunung Merapi.

    Dari atas dapat terlihat bukit-bukit yang mengelilingi candi. Kalau cuaca sedang terang akan terlihat bukit-bukit yang terlihat seperti orang yang sedang tertidur. terlihat bentuk wajah dengan hidung mancung sampai dengan kakinya. Ini bukan khayalan ataupun sekedar ilusi tapi ini memang nyata kalau dilihat dengan teliti dan saksama.

                                               
    Banyak timbunan makna dari timbunan batu. Mereka meninggalkan jejak sejarah budaya agar manusia sekarang tidak meninggalkan ataupun melupakan asal muasalnya. Dahulu candi ini dibuat untuk memuja Sang Dewa dan sampai sekarang pun pemeluk agama Budha masih melakukannya. Terlihat jelas dengan acara tahunan yaitu saat waisak. 1000 lentera yang diterbangkan sebagai simbol harapan yang diterbangkan ke langit menuju para Sang Dewa. Acara ini mendapat apresiasi yang sangat besar dari para wisatawan. Setiap tahunnya saat waisak banyak orang yang datang berbondong-bondong untuk menyaksikan penerbangan 1000 lentera. Sekarang lentera itu pun bisa didapatkan para wisatawan untuk turut memeriahkan dengan harga sekitar Rp 50.000 per satuannya. Aku sendiri belum pernah mendapat kesempatan untuk datang pada saat waisak.

    Para pedagang tidak diperkenankan lagi untuk berjualan di dalam candi, mereka hanya diperbolehkan berjualan di taman. Terdapat pula kios-kios yang disediakan untuk para wisatawan belanja. Barang-barang yang diperjualbelikan beragam mulai dari pakaian dengan gambar candi borobudur, tas kulit, sendal, miniatur candi, gantungan kunci dan banyak lainnya. Harga yang ditawarkan pun bervariasi bergantung dengan bagaimana kita menawarnya.

Selasa, 02 Desember 2014

Baron

   Menempuh kira-kira 3 jam perjalanan dari Jogja. Aku dengan temanku sama-sama tidak mengetahui jalan menuju ketempat yang kami tuju. Kami juga tidak mengetahui tepat apa itu pantai Baron. Kami saja dapat informasi ada pantai Baron hanya dari resepsionis hotel tempat kami menginap.
Papan Arah
    Berangkat ke tempat ini hanya bermodalkan petunjuk arah di jalan dan dengan bertanya-tanya kepada orang sekitar. Keluar masuk desa, tidak selalu yang kami lewati itu jalan besar. Sempat juga kami salah arah jadi harus lagi memutar arah kembali. Tapi biar begitu kami tetap berjalan.

Jalan Menuju Baron
    Sampai pada ujungnya jalan yang dilalui berkelak-kelok dan juga sempit hanya muat untuk dua mobil yang berlawanan arah. Jadi sangat sulit untuk mendahului mobil lain yang berada di depan. Aku beruntung karna datang ketempat yang jauh seperti ini dengan menggunakan mobil, aku tidak dapat bayangkan bagaimana kalo saja aku naik motor.
Hijaunya Pepohonan
    Awal perjalanan aku sangat penasaran pada kawasan pantai yang sedang dituju. Pemandangan kiri kanan ialah rumah-rumah penduduk desa, pepohonan, bukit-bukit. Sampai dengan rasa penasaran yang sudah berubah menjadi rasa bosan karna tak juga kunjung sampai.

Gerbang Utama
    Akhirnya sampai di pintu masuk kami dikenakan tiket masuk sebesar Rp. 5.000. Di dalam kawasan ini ternyata banyak sekali pantai-pantai yang dapat dikunjungi.
    Pemandangan yang tersaji setelah gerbang utama pun tidak jauh berbeda dengan yang sudah-sudah. Sampai pada akhirnya aku melihat hamparan ombak dibalik bukit-bukit yang ada. Benar-benar menakjubkan bahwa sesungguhnya ada pantai dibalik bukit ini!
Karang yang Menawan
Pantai yang kami datangin pertama kali bukan Baron, aku lupa apa namanya. Pantai ini dikelilingi dengan karang-karang di sisinya. Pantai ini sangat elok dipandang. Tapi tak banyak orang-orang yang bermain air. Dikarenakan Ombak yang lumayan besar saat itu.

Jaring Para Nelayan
    Pantai ini berada di daerah tempat tinggal para nelayan. Banyak jaring-jaring yang sedang dijemur, ada pula perahu-perahu nelayan yang diparkirkan tak jauh dari mulut pantai. Terdapat banyak rumah-rumah dan tampak pula sebuah bangunan masjid.

Penjual Layangan
    Di tepian juga banyak penjual layang-layang dengan berbagai macam bentuk dan motif yang penuh dengan warna. Tak hanya anak-anak kecil yang membelinya, orang dewasa pun ikut serta membeli dan bermain-main dengan layangan ini. Sungguh sangat menyenangkan bermain layangan, aku pun dimabukkan dengan khayalan yang ikut serta terbang bersama dengan angin.

Penjual Pernak-Pernik
    Tak jauh dari parkiran terdapat kios-kios penjual pernak-pernik. Ada yang berupa gantungan hiasan, gelang, bingkai foto, tas, dan banyak lagi. Itu semua berbahan dasar dari kulit dan rumah kerang yang ada dari alam. Mereka memanfaatkan itu semua untuk menjadi buah tangan para wisatawan. Kreatifitas yang mereka salurkan dengan maksimal dapat dijadikan pendapatan tambahan.

Udang dan Cumi Tepung
    Ada pula kios yang menjual udang dan juga cuma goreng tepung. Ini semua berasal langsung dari hasil tangakapan para nelayan. Rasanya enak sekali! Gurih! Makanan ini dijual per kilo, aku lupa berapa harganya. Niat awal aku mau memakan ini dengan nasi, tapi tergiur oleh baunya aku menjadikan ini sebagai cemilan. Ketagihan sampai aku lupa untuk berhenti. Sebelum mendapatkan nasi ini sudah habis duluan.


    Nah ini dia pantai Baron, pesona langit biru serta deru ombak yang menawan. Untungnya hari itu sangat cerah tetapi sinar matahari tidak terlalu terik karna banyak awan. Menjadikan suasana makin nyaman untuk memandangi indahnya hamparan air yang seperti tiada berujung. Kadang aku membayangkan bagaimana rasanya ketika bumi ini tidak berbentuk bulat, dan diujung laut sana merupakan sebuah sudut?
    Aku membidik si anak kecil ini yang asik sendiri dengan pasir serta air laut. Dia sangat nyaman sekali duduk-duduk ditemani ombak. Aku yang hanya melihatnya saja terhanyut dalam kegimbaraan yang dia rasakan. Aku terbawa kenangan saat masih berada diusianya.


    Ombak yang mengodaku untuk berkejaran, tetapi sayang aku tidak membawa baju salinan. Jadi dengan sangat berat hati aku hanya menikmati ombaknya di tepian tanpa bisa bermain main sampai ketengah. Walaupun ingin rasanya berendam terhanyut dalam deru ombak yang mengetarkan.


    Pantai Baron sepertinya memang dikhususkan untuk para wisatawan bermain-main dipantai, berbeda dengan pantai sebelumnya yang kami datangi. Pantai ini luas dengan karang karang yang menyudut dipinggir. Banyak pula terdapat payung-payung untuk berjemut ditepian. Kamar mandi pun disediakan tak jauh dari bibir pantai. Terdapat pula beberapa kios penjual es kelapa muda untuk menghilangkan dahaga. Pantai ini sangat cocok bagi para wisatawan  yang ingin bermain air.