Tempat ini merupakan kawasan pengerukan tanah. Sebelumnya
daerah ini merupakan bukit utuh yang dikeruk tanahnya untuk keperluan pembangunan.
Karna pengerukan tersebut terjadilah abrasi buatan. Ironi memang.
Tempat ini menjadi sangat
indah dengan penuh tebing-tebing yang tersisa akibat pengerukan. Inilah yang
menjadi sebab jadi banyak orang yang berdatangan. Bukit yang tadinya ada
berubah menjadi tebing-tebing tanah seolah berada di Grand Canyon, Los Angles.
Tapi ini bukan termasuk kedalam kekayaan alam, kalau ditelaah lebih mendalam
sunguh miris seharusnya melihat ini semua. Tebing yang berdiri ini menjadi
saksi bisu tentang keserakahan manusia.
Ketika siang tempat ini masih tejadi proses pengerukan,
truk-truk pulang pergi membawa tanah-tanah hasil pengerukan. Mesin-mesin
pengeruk yang dengan angkuhnya masih mengeruk tanah dari tebing yang masih ada.
Suasana panas Semarang ditambah dengan debu, sungguh menambah keadaan miris.
Sore menjelang, ketika para pengeruk sudah mulai
menghentikan deru mesinnya banyak orang yang berdatangan. Ingin menyaksikan
pesona kilau tebing yang indah. Sekedar untuk berkeliling ataupun diam terpaku
memandang sampai matahari menyelesaikan tugasnya. Dan semakin hari jadi semakin
banyak orang yang datang khusus untuk berfoto dengan dilator belakangi oleh
tebing tebing ini. Merasakan sensasi berada di gurun.
Jujur aku sangat mengangumi keindahan kawasan ini, tetapi sungguh sangat merisaukan hati ketika gambaran bukit yang hijau yang tadinya berada kokoh sebelum semua ini terjadi. Memang kemajuan pembangunan membutuhkan pengorbanan? Tapi kenapa harus alam yang menjadi korban untuk berkorban?
Setidaknya, mulai dari hari ini kita hentikan hal yang ironi ini. Agar nanti alam tetap dalam keseimbangnya. Jangan sampai menunggu ada air mata yang jatuh sebagai korban-korban selanjutnya. Cintai alam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar