Sabtu, 22 November 2014

Tanjung Mas

    Mencari suasana yang berbeda dengan berkelana ke sudut lain di kota Semarang. Aku serta ketiga temanku pergi ke satu-satunya pelabuhan besar yang ada di Semarang, Tanjung Mas. Tujuan kami ini hanya didasari rasa ingin tahu akan pelabuhan yang ada di kota ini. Letaknya yang lumayan jauh dari pusat kota sekitar 30 menit. Aksesnya pun cukup berbahaya karna kami mengendarai motor dengan diampit tronton-tronton yang mengangkut petikemas keluar masuk dari area ini. Ditambah pula dengan debu yang tebal serta lubang-lubang besar di jalan yang membutuhkan kehati-hatian dan fokus yang tinggi.
    Kami berhenti pada salah satu dermaga yang ada. Dermaga 2 kalau tidak salah ingat. Memarkirkan motor, setelahnya berkeliling melihat-lihat. Awan mendung yang menghadang tidak mempan menghalangi kami. Pelabuhan ini berbeda dengan pelabuhan yang sudah pernah aku datangi.

Pelabuhan Tanjung Mas
    Pelabuhan ini sangat sepi. Kami yang berhujani tatapan aneh dari orang-orang yang sedang melakukan aktifitasnya. Tapi tak ada satupun yang melarang ataupun menghampiri kami. Jadi kami simpulkan bahwa ini tidak dilarang. Kapal-kapal besar yang hilir-mudik melintas. Dermaga ini dikhususkan untuk kapal-kapal yang menaik-turunkan barang. Mau dalam bentuk peti emas, ataupun kardus-kardus. 

Kapal-kapal besar
    Dermaga yang kami datangi ini juga lebih rendah sehingga bagian depannya tenggelam oleh air lautan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa memang kota Semarang turun sekitar 5 cm setiap tahunnya.

Dermaga yang tenggelam
    Tak jauh dari sana ada kapal besar yang sedang bersandar lebih dekat. Aku mendekatinya untuk bisa mengamati lebih detail. Kapal ini tidak terlalu besar, diperkirakan hanya melintasi antar kota bukan pulau. Kapasitasnya juga tidak terlalu muat banyak untuk membawa barang dalam muatan petikemas.


    Tak hanya kapal besar, kapal kecil pun ada yang melintas. Katanya kapal ini bisa disewa untuk berkeliling area pelabuhan dari atas air. Ada pula kapal kecil yang mengangkut para wisatawan yang ingin menyebrang ke Karimun Jawa. Aku tidak mengetahui detail harga ataupun jadwal keberangkatannya.

Kapal kecil
    Biarkan kaki kita melangkah tanpa arah, ikuti saja karna nanti di ujungnya akan ada sesuatu yang baru. Jangan pernah mencoba hentikan!

Pondok Kopi

    Perjalanan kali ini bercerita tentang aku yang sudah beberapa kali ke Pondok Kopi, Umbul Sidomukti. Berada tepat di kaki gunung Ungaran, terampit oleh vila-vila kecil bernuansa Eropa. Terhitung sudah tiga kali bersama orang-orang yang berbeda dengan suasana yang beda pula.
Pondok Kopi
    Pertama kali aku pergi kesana bersama dengan kedua kakak seniorku. Kami sepakat ingin menikmati akhir pekan dengan nuansa dinginnya pengunungan. Kami memantapkan kaki pergi menuju salah satu tempat makan di Umbul. Tempat ini berada tidak jauh dari Objek Wisata Kolam Renang Umbul. Naik lagi keatas sekitar 15 menit. Motor yang kami naiki dengan susah payah berhasil melewati tanjakan terjal.
    Ketika kami sampai, terlihat sudah ramai dengan pengunjung. Kami mendapati tempat yang berada diluar ruangan meskipun masih berada dalam bangunan utama. Aku menyukainya karna dari sini bisa dengan bebas memandang tanpa ada penghalang.
    Seperti sebuah lukisan terlihat pemandangan kota di kejauhan yang terlihat hanya kotak kecil-kecil serta garis lurus jalanan. Hamparan hijau bukit-bukit dan juga pepohonan, serta birunya langit diselingi awan-awan putih.

Hamparan pemenadangan
    Menu yang ditawarkan disini tidak ada yang istimewa; roti bakar, pisang bakar, mie, nasi goreng, kopi, teh, jus, susu,... Tidak ada yang khas. Dari rasa juga biasa saja tetapi harganya lumayan jauh berbeda dari yang biasa. Aku simpulkan bahwa tempat ini hanya menawarkan pemandangannya saja.

    Secangkir kopi hangat dan roti bakar coklat aku pilih untuk menemaniku. Menghangatkan suasana dengan saling bertukar cerita, diselingi tingkah konyol membuat tertawa riang, berbincang mengenai banyak hal.
secangkir kopi hangat
    Menjelang sore kabut mulai turun, disertai dengan angin kencang. Tak beberapa lama kami bergegas untuk pulang. Takut-takut kalo nanti semakin lama disini kabut akan semakin tebal menghalangi pandang.

    Kedua kalinya aku kesini bersama dengan teman-teman dekatku di satu jurusan. Awalnya kami ingin bertamasya ke arah tepi lautan tetapi sebelum berangkat kami malah berubah haluan. Ada yang berbeda dari Pondok Kopi, bangunannya ditambah menjadi 2 lantai. Selebihnya semua sama. Kami memilih tempat duduk yang berada di luar bangunan. Beratap pepohonan dan beralaskan rumput. Nyaman, serasa berinteraksi langsung dengan alam.

    Ada penambahan pemandangan pula di langit. Ada beberapa orang yang menaiki paralayang. Paralayang termasuk olahraga di udara, terbang bersama angin. Aku terkesima melihatnya. Aku membayangkan menjadi orang yang berada di atas sana, pasti rasa takjub bercampur takut menjadi satu. Ingin rasanya benar-benar mencoba paralayang. Agh, tapi nyaliku langsung ciut ketika harus berhadapan dengan ketinggian yang berada jauh dari tanah secara langsung seperti itu. Aku tidak fobia terhadap ketinggian, hanya saja untuk paralayang itu sudah masalah yang lain.....

paralayang
    Ketiga kalinya bersama dengan teman-temanku dari satu organisasi di kampus. Tujuannya kali ini menemani teman yang ingin ke Pondok Kopi. Tapi berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kami pergi pada malam hari ketika langit sudah gelap. Untungnya perjalanan kali ini ramai, jumlah kami ada sampai 6 orang. Terkendala dengan motor kami yang tidak kuat menanjak akhirnya harus pelan-pelan menuju ke atas. Kami memilih duduk di lantai 2. Meskipun masih berada dalam bangunan tetap saja dinginnya menusuk hingga ke tulang. Kemajuan tempat ini dibuka sampai hingga subuh sekitar pukul 02.00 WIB.

    Sensasi yang sangat berbeda dengan siang hari. Kilau bintang dan kerlap lampu-lampu menjadi sama seakan-akan tak ada batasan antara langit dan tanah. Suasana malam yang sunyi dengan nyanyian nyaring para binatang malam. Luar biasa!
bintang dan lampu

Resapi tiap detail perubahan yang terjadi di sekitar, ini akan membuat kita akan lebih banyak bersyukur!
Selamat menikmati!

Masjid Agung Jawa Tengah

    Berhubung mendapat tugas kuliah untuk observasi perkembangan Islam di Jawa Tengah pada mata kuliah kebudayaan pesisir. Aku dan teman-teman pergi bertamasya ke Masjid Angung Jawa Tengah atau yang lebih sering disebut dengan singkatannya MAJT. Disana terdapat museum perkembangan Islam di Jawa Tengah.
    Dipandu oleh teman yang memang berasal dari Semarang, kami beramai-ramai pergi. Sesampainya di sana kami dihidangkan dengan keagungan Masjid ini. Dengan arsitektur Jawa yang bercampur dengan nuansa bangunan kuno Yunani. Pilar-pilar yang kokoh. Bangunan Masjid yang megah. Terletak di Jalan Gajah Raya, kelurahan Sambireji, kecamatan Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah dengan luas mencapai 10 hektar.

MAJT
    Di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini terdapat Menara Asmaul Husna atau yang biasa dikenal dengan Tower Al-Husna dengan ketinggian 99 meter. Wisatawan cukup membayar tiket Rp 7.000 di lantai 1 untuk bisa masuk serta menikmati semua fasilitas yang berada di Menara Al-Husna dan berkeliling ke Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah. Pada lantai 2 dan 3 terdapat Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah, lantai 18 terdapat restoran putar, dan lantai 19 ujung dari bangunan ini yang biasa dikenal dengan menara pandang.
Al-Husna Tower
    Dikarenakan kami datang pada pukul 15.30 WIB, kami tidak dapat masuk untuk berkeliling ke museumnya. Kami kurang informasi karna ternyata pukul 15.00 WIB museum sudah tutup. Tapi meskipun tidak dapat masuk, aku senang sudah berada disini. Banyak sekali wisatawan yang sedang berkunjung pada saat itu dan sangat mengejutkan ternyata para wisatawan ini berasal dari daerah Jawa Barat. Aku bangga!

Mari kita kenali wisata Indonesia!

Goa Kreo

    Sekitar bulan Agustus kemarin aku bersama dengan seorang teman berencana untuk bertamasya ke Goa Kreo. Kami yang sama-sama buta akan kota Semarang tetap pergi dengan bermodalkan Google MapsDi tengah perjalanan ada tiang petunjuk wisata berwarna coklat berada di pinggir jalan tetapi itu tidak membantu untuk bisa mencapai ke tempat wisatanya. Itu dibuat seakan hanya untuk formalitas. Kami memang sampai di tempat tujuan, meskipun sempat nyasar dan bertanya kepada penduduk sekitar. Memang kita bisa dimabukkan dengan kecanggihan teknologi tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kita masih akan menggunakan cara-cara lama.
    Pertama kali kami sampai bukan di pintu utama jalan masuk Goa Kreo tetapi kami masuk dari pintu masuk waduk Jatibarang. Meski di depan gerbang pintunya bertuliskan “Selain karyawan dilarang masuk!” kami tetap mendekati. Terlihat ada seorang penjaga yang kebetulan berbaik hati memperbolehkan kami masuk melewatinya.

Jalan dari pintu masuk karyawan menuju Goa Kreo
    Kawasan Wisata Goa Kreo Semarang ini berada di Dukuh Talun Kacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati, Semarang. Kami takjub melihat keindahan dari kawasan ini, dengan waduk yang besar dan ditengahnya terdapat goa. Indah sekali.
Kehijauan waduk Jatibarang


Waduk Jatibarang
   Sampai di parkiran kami disambut oleh kawanan monyet-monyet liar. Untungnya meskipun liar kawanan ini sudah terbiasa dengan manusia. Monyet disini berekor panjang dengan ukuran yang termasuk kecil. 
   Membayar tiket masuk sebesar Rp. 7000, kami langsung menuruni anak tangga. Setelahnya terdapat jembatan besar menuju ke goa. Objek wisata ini masih dalam tahap pembangunan, masih banyak karyawan yang hilir mudik bekerja. Tetapi itu tidak begitu menganggu para wisatawan yang sedang berkeliling.
menuju goa-goa
    Ada banyak pintu masuk goa tetapi ternyata hanya satu yang alami selebihnya itu merupakan buatan. Goa buatan memiliki ujung yang tidak teralu panjang tetapi goa yang alami sangat panjang dan gelap, etahlah goa ini ada ujungnya atau tidak. Aku tidak berani untuk berjalan lebih dalam. Karna di dalam goa itu terasa sangat dingin dengan gelap yang mencekam, belum lagi dengan banyak sesajen dengan aroma bunga-bunga yang semakin membuat suasana mistis.
Gambar dari dalam goa melihat waduk.

Kehijauan dari pohon dan air waduk

    Setelah puas berkeliling dan mengambil beberapa foto-foto, kami menuju ke warung yang berada di dekat parkiran. Kami bertanya-tanya kepada pemilik warung tersebut. Dikatakan bahwa sampai sekarang memang masih banyak yang melakukan pertapaan di dalam goa tersebut dan akan bisa lebih ramai lagi ketika menjelang hari-hari raya dan juga hari besar jawa, seperti; lebaran, satu suro, tahun baru islam, dan lain-lain. Katanya goa ini memiliki akses langsung menuju Masjid Agung Jawa Tengah tetapi hanya orang-orang pintar yang dapat melakukannya.
   Beliau juga sempat menyingung masalah populasi monyet yang semakin berkurang, dikarenakan habitatnya yang mau tidak mau rusak akibat pembangunan waduk. Aku terenyuh, dibalik kemajuan pembangunan tanpa sadar berakibat pada kerusakan ekosistem meskipun dalam ruang lingkup kecil. Sebagai saran saja untuk pemerintah kenapa tidak sekalian saja Goa Kreo ini dijadikan cagar alam agar tetap monyet-monyet dapat hidup dengan layak dan tidak mengurangi nilai keindahan dari objek wisata ini.


Demikian cuplikan cerita beserta gambar yang aku ambil dari Goa Kreo. 
Selamat berkunjung!

Jumat, 21 November 2014

Mari Wisata!

Aku adalah seorang mahasiswi salah satu universitas negeri di Semarang. Terlahir dan besar dari kota metropolitan menjadikan aku mantap untuk hijrah dari hiruk-pikuk kebisingan. Kini mendapat kesempatan untuk melanjutkan perjalanan sekaligus bertamasya di ibukota provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang yang menjadi tempat persinggahan perdana dalam buku riwayatku. Keluar dari zona nyaman bersama kedua orang tua, aku melangkah dengan pasti menuju kemandirian.

Inilah kisah sang perantau ulung yang selalu haus dengan nyanyian alam.

Setiap harinya di sela-sela kuliah aku mencuri kesempatan dengan menjelajah. Ya, ini memang salah satu dari kegemaranku. Jalan-jalan yang benar-benar jalan-jalan, bukan hanya sekedar berkeliling sebuah gedung tingkat dengan lantai keramik, naik dan turun melalui tangga mesin, keluar masuk satu per satu toko. Bukan, bukan itu.

Aku melakukan perjalanan dengan tidak terlalu mempedulikan siapa yang mau menemani, aku bahkan bisa nyaman dengan sendiri. Tidak terlampau sulit bagiku untuk beradaptasi dengan ruang, waktu dan suasana yang baru. Tidak pernah ambil pusing soal tujuan karna aku sangat suka sekali melangkahkan kaki dengan berarahkan angin. Karna pada intinya kehidupan adalah sebuah perjalanan.

Aku menghargainya dengan mengabadikan dalam narasi tamasya beserta gambar-gambar yang aku ambil sendiri sebagai salah satu bentuk kepuasan dalam mencari kebahagiaan. Merangkak mengagumi keindahan pegunungan, terjun bebas menerjang air laut, menundukkan kepala bersyukur atas air yang turun tak hentinya dari atas mata air pegunungan, berkelana menyusuri masa lampau lewat kisah-kisah dari museum, mengecap cita rasa lewat kuliner, mengunyah budaya setempat melalui hidangan yang khas, dan berlari menyusuri gang-gang lain menuju arti kebahagiaan sesungguhnya.
Cukup perkenalan dari tokoh si aku ini...

Nah, intinya dalam blog ini adalah penggambaran akan tempat-tempat yang pernah dijelajahi dalam perjalanan.
Mulai dari objek-objek wisata; museum, gunung, air terjun, pantai, goa, dan lainnya. Tak lupa ada pula jelajah wisata kuliner; makanan khas, tempat makan legendaris, sampai yang kekinian, tempat nongkrong, kafe...
Sebagian besar tempat ini berlokasi di Semarang, dan daerah sekitarnya.

Dengan harapan menumbuhkan lagi nilai cinta yang besar terhadap wisata lokal!
Mari Wisata!