Selasa, 27 Oktober 2015

Lawe Benowo

    Berada di lereng gunung Ungaran dapat ditemui banyak curug, aku dan temanku menelusuri dua diantaranya; Curug Lawe dan Cueug Benowo. Keduanya berada di satu jalur yang sama. Harga tiket masuknya sehara Rp. 4.000 satu orang, sangat ekonomis untuk harga masuk sebuah objek wisata. Di parkiran tersedia banyak sekali warung-warung, kamar mandi dan juga musholah. Kita akan berjalan menanjak sebelum akhirnya memasuki jalur sesungguhnya menuju ke curug.

 
    Kita akan menelusuri jalan setapak dengan aliran sungai ditengahnya. Akan ditemui juga sering kali di sisi jalan ini ialah jurang ataupun pepohonanyang rindang. Semakin jauh memasuki kawasan ini semakin terasa suasana hutan yang rindang dan tidak tertembus sinar matahari.

    Jembatan merah ini menjadi penghubung tebing yang satu dengan tebing yang lain. Jembatan ini dikenal sebagai jembatan cinta, kalau pendapatku mungkin karna dari jembatan ini kita akan melihat dengan bebasnya ke pepohonan rindang yang berada di bawah. Sangat indah, ditambah dengan kicauan burung yang berada di atas batang-batang pohon. Belum lagi suara gesekan dahan-dahan pohon yang berirama seakan sedang menyanyikan sebuah lagu.


    Sejauh mata memandang akan selalu ada aliran sungai yang mengalir dan di sisi lain jalan akan banyak ditemui pemandangan seperti yang ada pada gambar. Timbunan bebatuan dengan air mengalir dari celah-celahnya. Tempat ini memang sudah benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai objek wisata.

    Jangan takut tersasar di dalam kawasan ini, karna sudah banyak ditemui petunjuk-petunjuk arah. Berbagai peringatan-peringatan pun diberikan sebagai pengingat untuk para wisatawan untuk tetap menjaga kelestarian dan kebersihan dari tempat ini.
    Aku sarankan ketika kalian ingin ke tempat ini, sediakan banyak waktu untuk bisa melihat kedua curug yang ada disini. Ohya lebih baik mulai terlebih dahulu dari Curug Benowo karna dari sisi sebelah kanan Curug Benowo akan kita temui jalan pintas menuju Curug Lawe. Treknya sendiri lebih banyak menurun, tetapi ketika kita melakukannya dari arah sebaliknya yang banyak ditemui ialah jalur menanjak.


    Curug Benowo sangat indah membelah tebing dengan aliran air segar yang sangat menyejukkan. Bersantai-santai dengan meminum secangkir kopi hangat menjadi pilihanku ketika berada di tempat ini, seharga Rp. 4000. Sangat asri, kealamian yang masih sangat terjaga. Suara deburan air yang berlomba-lomba meluncur kebawah tanpa ada halangan. Kemarau tidak mengurangi debit air yang ada, hanya saja pelangi yang biasa muncul di atas aliran airnya kali ini tidak dapat terlihat.



    Sudah puas dari Curug Benowo kami melanjutkan perjalanan ke Curug Lawe kira-kira menempuh 500 meter. Menaiki bebatuan yang terjal terkadang harus dilalui dengan memanjat, berjalan seakan akan sedang membelah hutan belantara. Harus diakui memang jalurnya cukup sulit, ditambah dengan tanah kering yang menciptakan banyak debu ketika angin berhembus.
   Ada cerita unik ketika sedang berjalan dari Curug Benowo ke Curug Lawe kami menemui kesulitan,terutama dengan temanku yang susah melewati medan menurun ini. Dimulai berjalan perlahan-lahan sampai duduk dan diseret (ngesot). Ketika sedang susahnya ngesot tiba-tiba datang dua bapak-bapak dengan setelah baju batik resmi lengkap dengan sepatu pantofelnya. Menyadari temanku masih lama untuk melaluinya, aku persilakan kedua bapak ini berjalan mendahului, tetapi salah seorang dari bapak itu memopoh temanku sampai kebawah. Beliau tidak takut padahal jalan itu hanya cukup untuk satu orang, dan sisi lainnya itu sudah berhadapan langsung dengan jurang. Sampai dibawah kami berterima kasih kepada bapak-bapak ini. Beliau sendiri memberikan kesediaannya untuk membantu kami sampai di ujung jalan ini. Tapi karna temanku ini sudah berpikir yang tidak-tidak akhirnya kami menolaknya secara halus. Mereka melanjutkan perjalanannya lagi, dan berhenti di sisi bawah kami sambil terus melihat ke arah kami. Temanku ini ketakutan dengan berbagai spekulasi yang tidak-tidak. Dia membuatku jadi ikutan takut.
"Punya minum nda Mba?" Teriak salah seorang Bapak.
"Ada Pak" balas kami dari atas.
"Yasudah, istirahat dulu saja. Nanti jalan lagi kalo udah nda capek. Bapak duluan ya." Sembari meneruskan perjalanan. Temanku masih saja dengan khayalannya tetapi aku tidak yakin sepenuhnya kalau bapak-bapak yang tadi itu berniat jahat.
    Sampai di tujuan hal pertama yang aku cari ialah kedua bapak-bapak tadi. Tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda kehadiran mereka. Sampai kami pulang pun kami tidak menemuinya. Tanpa banyak lagi berpikir yang tidak-tidak. Aku dan temanku langsung sepakat menyebut mereka; malaikat.

    Pada akhir pekan ini, tidak terlampau banyak orang yang datang kesini, aku memilih mengambil latar bebatuan yang semuanya dialiri air, ditambang dengan lumut yang sudah menghiasi sebagian dari batu-batunya. Curug Lawe lebih terpojok dibanding dengan Benowo. Udara lembab mendominasi suasana tanpa mengurangi indahnya curug ini. Lebih rendah dari Benowo tapi dsini banyak disediakan tempat untuk bermain air.
    Ini salah satu kolam yang disediakan untuk bermain air, cukup luas dan lumayan dalam. Airnya pun dialirkan dari atas dan turun lagi kebawah. Airnya sangat jernih sampai dari atas pun kita dapat melihat dasar dari kolam ini.

    Lumut disini banyak yang berwarna merah sehingga air yang mengalir menjadi terlihat juga berwarna merah. Ini yang merupakan salah satu yang dijadikan daya tarik dari tempat ini.


Kumpulan botol-botol bekas

Pohon Kenangan
    Perjalanan diakhiri dengan melewati jalur Curug Lawe, lebih banyak lagi bisa ditemukan warung-warung penjual makanan dan minuman. Tetapi sedang banyak yang tidak buka, padahal ini di akhir pekan. Menurut informasi dari petugas disini memang pengunjung ditempat ini tidak bisa diprediksi sepi-ramainya bahkan dihari besar sekalipun. Jarak tempuh yang cukup jauh menuju curug ini yang menjadi persoalan.
   Sangat menyenangkan ketika melihat kreatifitas yang dituangkan dilihat dari sisi-sisi jalan, terdapat; tembok botol-botol bekas, pohon kenangan tempat mengantungkan alas kaki yang rusak yang dipakai pengunjung. Lebih hebatnya lagi di tempat ini banyak ditemui kantong-kantong sampah sehingga para wisatawan tidak semena-mena membuang sampahnya sembarangan.
Mari kujungi dan ciptakan sendiri ceritamu!

Kamis, 15 Oktober 2015

Goa Gajah

    Goa Gajah berada di desa Bedulu, Gianyar Bali. Jangan dikira karna namanya Goa Gajah maka yang ada di dalamnya ialah binatang gajah. Padahal ditempat ini kita sama sekali tidak akan menemukannya sama sekali. Goa ini dinamakan Gajah karna terdapat sungai yang mempunyai mata air dan sejak jaman kerajaan sudah dikenal dengan Sungai Gajah.

    Tempat ini merupakan tempat ibadah masyarakat Bali, terdapat Pura Goa yang didalamnya terdapat patung dari dewa Ganesha yang sampai sekarang masih dipergunakan sebagai tempat beribadah.


    Ini merupakan sungai yang mengalir di kawasan ini langsung dari mata airnya. Air ini mengalir ke kolam pemandian yang disalurkan melalui 6 pancuran, 3 dibagian selatan dan 3 lagi di bagian utara. Kita bisa menikmatinya bisa langsung di sumber mata airnya untuk sekedar cuci muka ataupun bisa mandi ke kolam pemandian. Harga tiket masuk kawasan ini ialah Rp. 15.000. Pepohonan yang rindang membuat suasana semakin nyaman. Ini membuat semua rasa nyaman saat berkeliling di tempat ini. Di arah pintu keluar akan banyak bisa ditemui kios-kios yang menjual berbagai kerajinan asli dari Bali dengan harga yang cukup terjangkau.

Pura Luhur Uluwatu

    Berada di desa Pecatu, Badung Bali. Cukup jauh tempat ini dijangkau dari pusat kota, tetapi usaha yang dikeluarkan akan terbayar dengan pemandangan yang disajikan dari tempat ini. Dengan membayar tiket masuk seharga  Rp 15.000 kita sudah masuk ke dalam kawasan ini.


    Deretan tebing yang tinggi dengan lautan luas yang terpampang megah menjadikannya begitu sangat indah. Belum lagi deburan ombak yang menghambat tebing-tebing ini dengan hebatnya, menjadikan suasana semakin tak kuasa menahan kagum kepada Sang Pencipta.

    Ya, selama di kawasan ini kita sebagai pengunjung akan mengenakan kain ungu untuk menghormati keberadaan tempat ibadah yang ada di kawasan ini. Jangan heran ketika melihat begitu banyak kera yang hilir-mudik jalan berdampingan dengan kita. Tidak perlu takut karna semua kera yang ada disini sudah terbiasa dengan manusia. Ketika kita tidak menganggunya maka bisa dipastikan mereka juga tidak akan menganggu.

    Sangat disarankan untuk berada di tempat ini ketika sore hari karna akan tampak jelas ketika mentari kembari keperaduannya di ujung langit. Akan tampak merona warna yang mengesankan yang akan membuat terpana.